
Doa merupakan inti ibadah dan bukti ketergantungan seorang hamba kepada Allah SWT. Dalam setiap doa, seorang Muslim diajarkan untuk merendahkan diri, mengakui kelemahan, serta menyandarkan seluruh harapan hanya kepada-Nya. Namun, doa bukan sekadar rangkaian kata yang diucapkan, melainkan ungkapan hati yang jujur dan penuh kesadaran. Salah satu adab penting dalam berdoa yang sering luput diperhatikan adalah menjelaskan kondisi diri ketika berdoa.
Padahal, para ulama menjelaskan bahwa menyebutkan keadaan sulit, kebutuhan, dan kelemahan diri saat berdoa merupakan sunnah yang dicintai Allah SWT. Sikap ini menunjukkan kehinaan seorang hamba di hadapan Rabb-nya dan menjadi sebab dikabulkannya doa.
Menjelaskan kondisi saat berdoa bukan berarti mengabarkan sesuatu yang belum diketahui oleh Allah. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, bahkan sebelum seorang hamba memohon. Namun, tujuan menjelaskan kondisi adalah untuk menampakkan kerendahan diri (tadharru’), ketergantungan total, dan kejujuran hati di hadapan Allah SWT.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menjelaskan:
“Disunnahkan berdoa dengan menjelaskan kondisi kesulitan yang dihadapi, meskipun Allah mengetahui kondisi tersebut, karena Allah Ta’ala menyukai perendahan hamba dan sang hamba menunjukkan kehinaan dan kelemahannya.”
(Tafsir Karimir Rahman, hlm. 618)
Penjelasan ini menegaskan bahwa doa bukan hanya permintaan, tetapi juga penghambaan dan pengakuan akan keterbatasan diri.
Al-Qur’an memberikan banyak contoh doa para nabi dan orang saleh yang menyebutkan kondisi mereka secara jelas. Salah satu contohnya adalah doa Nabi Ayyub ‘alaihis salam:
“(Ya Tuhanku), sungguh aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.”
(QS. Al-Anbiya: 83)
Nabi Ayyub tidak sekadar meminta kesembuhan, tetapi menjelaskan kondisi penderitaannya dengan penuh kerendahan hati. Demikian pula doa Nabi Yunus ‘alaihis salam ketika berada dalam perut ikan:
“Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim.”
(QS. Al-Anbiya: 87)
Pengakuan kondisi diri dan kesalahan menjadi kunci dikabulkannya doa.
Rasulullah SAW juga mengajarkan umatnya untuk berdoa dengan penuh ketundukan dan kejujuran. Beliau bersabda:
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan tidak sungguh-sungguh.”
(HR. Tirmidzi)
Hati yang sungguh-sungguh adalah hati yang sadar akan kebutuhan dan kelemahannya. Dengan menjelaskan kondisi diri, doa menjadi lebih hidup, lebih jujur, dan lebih bermakna.
Menjelaskan kondisi saat berdoa mengandung banyak hikmah, di antaranya:
Banyak orang berdoa hanya ketika menghadapi kesulitan, namun lupa bahwa doa juga berfungsi sebagai penyembuh hati. Dengan menjelaskan kondisi kegelisahan, kesedihan, atau ketakutan, seorang hamba sedang melepaskan beban jiwanya kepada Allah.
Allah SWT berfirman:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)
Doa yang disertai pengakuan kondisi batin menjadi sarana curhat ilahiyah yang menenangkan dan menguatkan iman.
Rasulullah SAW sering menjelaskan kondisi dirinya dalam doa. Salah satu doa yang masyhur adalah:
“Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan lemahnya kekuatanku, sedikitnya dayaku, dan kehinaanku di hadapan manusia…”
(HR. Thabrani)
Doa ini menunjukkan betapa Rasulullah SAW, manusia paling mulia, tetap merendahkan diri dan menjelaskan kondisi kelemahannya di hadapan Allah SWT.
Sebagian orang enggan menjelaskan kondisinya karena merasa cukup menyebutkan permintaan saja. Ada pula yang berdoa dengan hati lalai, tanpa penghayatan. Padahal, doa yang kering dari pengakuan kondisi sering kali kehilangan ruhnya.
Islam tidak mengajarkan doa yang kaku dan formal semata, tetapi doa yang lahir dari hati yang sadar, jujur, dan penuh harap.
Doa yang benar juga mendorong seorang Muslim untuk berbuat kebaikan. Ketika seseorang berdoa dalam kondisi kesempitan, ia akan lebih peka terhadap penderitaan orang lain. Dari sinilah lahir kepedulian sosial seperti sedekah, infak, dan membantu sesama.
Lembaga sosial dan yayasan kemanusiaan menjadi perantara kebaikan tersebut, menghubungkan doa, empati, dan aksi nyata dalam membantu anak yatim, dhuafa, serta masyarakat yang membutuhkan.
Menjelaskan kondisimu saat berdoa adalah adab mulia yang diajarkan Islam dan dicontohkan oleh para nabi serta orang-orang saleh. Dengan menyebutkan keadaan diri, seorang hamba menampakkan kehinaan dan kelemahannya di hadapan Allah SWT, yang justru menjadi sebab turunnya rahmat dan pertolongan.
Doa yang lahir dari hati yang jujur, rendah, dan penuh kesadaran akan menjadi ibadah yang hidup dan bermakna. Mari kita perbaiki kualitas doa kita, bukan hanya dari segi lafaz, tetapi juga dari kedalaman hati dan kejujuran kondisi diri. Karena Allah mencintai hamba yang datang kepada-Nya dengan penuh ketundukan dan penghambaan.
Adab berdoa, menjelaskan kondisi saat berdoa, doa dalam Islam, kerendahan diri dalam doa, tafsir As-Sa’di, doa mustajab, keutamaan doa, penghambaan kepada Allah.